MAKALAH
HUKUM
ACARA PIDANA
“Upaya
Hukum”
Disusun
oleh :
Nama :
Vany Lucas
Nim : 1008015141
Kelas :
B
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MULAWARMAN
TAHUN AJARAN
2012
Kata
Pengantar
Rasa
syukur yang dalam saya sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Esa , karena berkat kemurahanNya makalah ini dapat
saya selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam makalah ini saya membahas “Upaya
Hukum”. Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman Upaya Hukum dalam lingkungan
masyarakat social.
Dalam proses pendalaman materi ini, tentunya saya mendapatkan bimbingan dan
arahan, serta saran, untuk itu rasa terima kasih yang dalam-dalamnya saya sampaikan :
- Bapak Dosen mata kuliah Hukum Acara Pidana
- Orang Tua
- Yang Terkasih
Demikian
makalah ini saya buat semoga bermanfaat,
Samarinda,
20 Desember 2012
Vany Lucas
DAFTAR
ISI
BAB
I
Latar
Belakang…………………..………………………………………… 1
BAB
II
Pembahasan………………………………………………………………. 2
BAB
I
Penutup…………………..………………………………………………
.. 20
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………… 21
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sejak dulu di Indonesia
sudah terjadi kasus-kasus hukum, seperti halnya kasus korupsi, kasus
perceraian, dan kasus-kasus yang lainnya. Seiring dengan perkembangan zaman,
penyelesai hukum yang sekarang agak berbeda dengan penyelesaian hukum pada
zaman sebelumnya. Sekarang ini, dalam menyelesaikan kasus-kasus hukum itu,
sebagian besar para pelaku menggunakan berbagai upaya hukum, agar dapat
meringankan putusan hukum yang seringan-ringannya. Ada dari mereka yang
mengajukan upaya banding, ada juga dari mereka yang menggunakan upaya kasasi
ataupun upaya peninjauan kembali (PK).
Oleh karena itu perlu adanya
pemaparan tentang apa yang dimaksud dengan upaya hukum beserta pembahasannya
yakni mengenai upaya hukum yang akan di tempuh apabila pelaku masih tidak puas
karena putusan hakim yang mungkin dinilai tidak adil dalam kasusnya. Upaya
hukum tersebut meliputi banding, kasasi dan upaya hukum luar biasa seperti
peninjauan kembali.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Upaya Hukum
Yang dimaksud dengan upaya hukum ialah suatu usaha setiap
pribadi atau badan hukum yang merasa dirugikan haknya atau atas kepentingannya
untuk memperoleh keadilan dan perlindungan atau kepastian hukum, menurut
cara-cara yang ditetapkan dalam undang-undang.
Upaya hukum (pasal 1:12), hak dari terdakwa atau penuntut umum untuk
tidak menerima putusan pengadilan yang berupa untuk mengajukan permohonan
peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam UU. Dua upaya
yang dapat ditempuh:
(1) Upaya hukum biasa, yaitu
meliputi:
(a) Banding
(b) Kasasi
(2) Upaya hukum luar biasa,
(a) Kasasi demi kepentingan hukum (Pasal 259),
semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan selain
dari putusan MA, Jaksa Agung, dapat mengajukan satu kali permohonan, putusan
kasasi demi kepentingan hukum tidak boleh merugikan pihak yang berkepentingan.
(b) Herziening, peninjauan kembali terhadap
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (pasal 263:1).
Peninjauan ini diajukan oleh terpidana atau ahli warisnya. Alasan pengajuan
(pasal 263 ayat 2), apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat,
bahwa apabila keadaan itu sudah diketahui sebelum sidang berlangsung hasilnya
akan berupa putusan bebas atau putusan bebas dari segala tuntutan, atau
ketentuan lebih ringan (novum), apabila putusan itu dengan jelas
memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau kekeliruan nyata. Pengadilan
ditetapkan.
(3) Upaya hukum grasi, wewenang dari Kepala Negara
untuk memberikan pengampunan terhadap hukuman yang telah dijatuhkan oleh Hakim,
untuk menghapus seluruhnya, sebagian atau merubah sifat atau bentuk hukuman
(pasal 14 UUD 1945)
Praperadilan (pasal 1:10) wewenang
pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam UU
tentang, sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan
tersangka atau keluarga atau pihak lain atas kuasa tersangka, sah atau tidaknya
penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan
tersangka/penyidik/penuntut umum, demi tegaknya hukum dan keadilan, dan
permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka, keluarga atau pihak
lain yang dikuasakan.
B. Upaya Hukum biasa
KUHAP membedakan upaya hukum
biasa dan luar biasa. Upaya hukum
biasa merupakan Bab XVII sedangkan upaya hukum luar biasa Bab XVIII
Upaya hukum biasa terdiri dari dua bagian, Bagian Kesatu tentang
Pemeriksaan Banding dan Bagian Kedua tentang Pemeriksaan Kasasi.
1. Pemeriksaan Tingkat Banding
a. Pengertian banding
Banding artinya ialah mohon supaya perkara yang telah diputus oleh pengadilan
tingkat pertama diperiksa ulang oleh Pengadilan yang lebih tinggi (tingkat
banding), karena merasa belum puas dengan keputusan Pengadilan tingkat pertama. Yang merupakan Pengadilan tingkat pertama
adalah Pengadilan Agama (PA), sedangkan yang merupakan Pengadilan Tingkat
Banding adalah Pengadilan Tinggi Agama, (PTA) atau Pengadilan Tinggi Umum
(PTU). (pasal 6 UU No.7/1989).
Putusan Pengadilan yang bisa diajukan banding adalah :
a. Putusan yang bersifat pemidanaan.
b. Putusan yang menyatakan dakwaan batal demi hukum.
c. Putusan dalam perkara
cepat yang menyangkut perampasan kemerdekaan terdakwa.
d. Putusan pengadilan
tentang sah atau tidaknya penghentian penyidik atau penuntutan.
b. Syarat-syarat banding
Adapun yang merupakan
syarat-syarat dari upaya banding adalah sebagai berikut :
a. Diajukan oleh pihak-pihak
dalam perkara.
b. Diajukan dalam masa
tenggang waktu banding.
c. Putusan tersebut menurut hukum
boleh dimintakan banding
d. Membayar panjar biaya
banding, kecuali dalam hal prodeo.
e. Menghadap di Kepaniteraan
Pengadilan Agama yang putusannya dimohonkan banding.
Untuk pemeriksaan tingkat
banding dapat dimintakan oleh pihak-pihak yang berperkara. Pihak lain di luar
yang berperkara tidak berhak mengajukan banding (pasal 6 UU No. 20/1947),
kecuali kuasa hukumnya. Untuk masa tenggang waktu pengajuan banding di tetapkan
sebagai berikut : bagi pihak yang bertempat tinggal di daerah hukum Pengadilan
Agama yang putusannya dimohonkan banding tersebut maka masa bandingnya 14
(empat belas) hari terhitung mulai hari berikutnya dari hari pengumuman putusan
kepada yang bersangkutan. Sedangkan bagi pihak yang bertempat tinggal di luar
hukum Pengadilan Agama yang putusannya dimohonkan banding tersebut maka masa bandinya
ialah 30 (tiga puluh) hari terhitung mulai hari berikutnya dari hari pengumuman
putusan kepada yang bersangkutan. (pasal 7 UU No. 20/1947).
c. Mencabut permohonan banding
Sebelum permohonan banding
diputus oleh Pengadilan Tinggi Agama atau Pengadilan Tinggi Umum, maka
permohonan tersebut dapat dicabut kembali oleh pemohon. Apabila berkas perkara
belum dikirimkan kepada Pengadilan Tinggi Agama maka:
a) Pencabutan disampaikan
kepada Pengadilan Agama yang bersangkutan.
b) Kemudian oleh Panitera
dibuatkan akta pencabutan kembali permohonan banding.
c) Putusan baru memperoleh
kekuatan hukum tetap setelah tenggang waktu banding berakhir.
d) Berkas perkara banding
tidak perlu diteruskan kepada PTA/PTU/PTN.
Sedangkan apabila berkas perkara banding telah dikirimkan kepada PTA/PTU/PTN, maka:
Sedangkan apabila berkas perkara banding telah dikirimkan kepada PTA/PTU/PTN, maka:
Ø Pencabutan banding
disampaikan melalui PA yang bersangkutan atau langsung ke PTA/PTU/PTN.
Ø Apabila pencabutan itu
disampaikan melalui PA maka pencabutan itu segera dikirimkan ke PTA/PTU/PTN.
Ø Apabila permohonan banding
belum diputus maka PTA/PTU/PTN akan mengeluarkan “penetapan” yang isinya, bahwa
mengabulkan pencabutan kembali permohonan banding dan memerintahkan untuk
mencoret dari daftar perkara banding.
Ø Apabila perkara telah
diputus maka pencabutan tidak mungkin dikabulkan.
Ø Apabila pemohonan banding
dicabut, maka putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap sejak pencabutan
dikabulkan dengan “penetapan” tersebut.
Ø Dan pencabutan banding itu
tidak diperlukan persetujuan dengan pihak lawan.
Pasal 233 ayat (1) KUHAP
ditelaah dihubungkan dengan pasal 67 KUHAP maka dapat disimpulkan bahwa semua
putusan pengadilan tingkat pertama dapat dimintakan banding Kepengadilan Tinggi
oleh terdakwa atau yang khusus dikuasakan untuk itu atau penuntut umum dengan
beberapa kekecualian.
Kekecualian untuk mengajukan
banding menuntut pasal 67 KUHAP tersebut adalah sebagai berikut:
a) Putusan bebas (istilah asing : vrijspraak)
b) Lepas dari segala tuntutan hukum yang
menyangkut kurang tepatnya penerapan hukum (sic)
c) Putusan pengadilan dalam acara cepat (dahulu
dipakai istilah perkara rol)
Yang tersebut pada butir 1 dan 3 tidak menimbulkan masalah karena
menurut peraturan lama pun (UU No 1 (drt) Tahun 1951) dan UUKK perkara yang
diputus bebas (vrijpraak) tindak boleh disbanding begitu pula putusa
perkara rol.
Yang menimbulkan masalah ialah yang tersebut dalam butir 2, karena ada
keterangan tambahan bahwa putusan lepas dari segala tuntutan hukum yang tidak
boleh dibanding ialah masalah yang tepatnya penerapan hukum. Jadi, kekeliruan
hakim dalam menerapkan hukum dalam putusan lepas dari segala tuntutan hukum
justru tidak boleh disbanding.
d. Tujuan banding ,
Tujuan banding ada dua yaitu
a) Menguji putusan pengadilan tingkat pertama
tentang ketepatannya
b) Untuk memeriksa baru untuk keseluruhan perkara
itu.
Oleh karena itu banding sering disebut juga revisi. Penerikasan
banding sebenarkan merupakan suatu penilaian baru. Jadi dapat diajukan
saksi-saksi baru, ahli-ahli, dan surat-surat baru.
Yang berhak mengajukan banding adalah terdakwa atau yang dikuasakan
khusus untuk itu atau penuntut umum. Waktu untuk mengajuakan banding adalah
tujuh hari sesudah putusan dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada
terndakwa yang tidak hadir. (pasal 233 ayat (1) dan (2) KUHAP). Dalam hal ini
panitera mencatat dan membuat akta mengena hal itu serta melekatkan akta
tersebut pada berkas perkara (Pasal 2344 ayat (2) KUHAP).
Dalam permintaan banding oleh panitera dibuat sebuah surat keterangan
yang ditandatangani olehnya dan juga oleh pemohon serta tembusannya diberikan
kepada pemohon yang bersangkutan (Pasal 233 ayat (3) KUHAP).
Jika waktu tujuh hari telah lewat tanpa dijatuhkan banding oleh yang
bersangkutan maka yang bersangkutan dianggap telah menerima. Putusan (pasal 234
ayat (1) KUHAP) . Dalam hal ini panitera mencatat dan membuat akta mengenai hal
itu serta melekatkan akte tersebut pada berkas perkara (pasal 234 ayat (2)
KUHAP).
Perlu
di perhatikan “bebas murni” (bebas dari dakwaan tidak boleh dibanding)
dan “bebas tidak murni” adalah suatu putusan yang bunyinya bebas hukum
yang di namai juga lepas dari segala tuntutan hukum terselubung (bedekt
onsilag van rechtsvervolging)
Kasus yang dikemukan ini adalah kasus Perlaungan Sitopul yang didakwa
melakukan pemerkosaan dan pembunuhan terhadap orang gadis SMP Taruna Palembang.
Setelah persidangan berjalan berlarut-larut (enam puluh kali persidangan),
akhirnya Parlaungan Sitompul (terkenal dengan Parla) diputus bebas dengan
Pengadilan Negeri Palembang. Dengan putusan itu, Jaksa menuntut umum mengajukan
banding Kepengadilan Tinggi Palembang dengan alasan pembebasan itu adalah
pembebasan tidak murni.
Pengadilan Tinggi menerima
jaksa penuntut umum dan memutus memidana Parlaungan Sitompul 15 tahun penjara. Atas putusan pengadilan Tinggi Palembang tersebut,
terpidana melalui nasehat hukumnya T. Tambunan S.H.
2. Pemeriksaan Tingkat Kasasi
a). Pengertian Kasasi
Kasasi artinya pembatalan putusan
oleh Mahkamah Agung (MA). Sedangkan pengertian Pengadilan Kasasi ialah
Pengadilan yang memeriksa apakah judex fatie tidak salah dalam melaksanakan
peradilan. Upaya hukum kasasi itu sendiri adalah upaya agar putusan PA dan
PTA/PTU/PTN dibatalkan oleh MA karena telah salah dalam melaksanakan peradilan.
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia arti kasasi adalah sebagai berikut : Pembatalan atau pernyataan tidak
sah oleh MA terhadap putusan hakim, karena putusan itu, menyalahi atau tidak
sesuai dengan undang-undang. Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa hak
kasasi hanyalah hak MA, sedangkan menurut kamus istilah hukum, kasasi memiliki
arti sebagai berikut : pernyataan tidak berlakunya keputusan hakim yang lebih
rendah oleh MA, demi kepentingan kesatuan peradilan.
Kasasi berasal dari perancis. Kata asalnya adalah casser artinya
memecah. Suatu putusan hakim dibatalkan demi untuk mencapai kesatuan peradilan.
Semula berada ditangan Raja beserta dewannya yang disebut conseil du Roi.
Setelah revolusi yang meruntuhkan kerajaan prancis, dibentuk suatu badan khusus
yang tugasnya menjaga kesatuan penafsiran hukum, jadi merupakan badan antara
yang menjembatani pembuat undang-undang dan kekuasaan kehakiman. Pada tanggal
21 Agustus 1790 di bentuk letribunal de casstion dan pada tahun 1810 de
Cour de cassation telah terorganisasi dengan baik. Kemuadian lembaga kasasi
ditiru pula negeri Belanda yang pada gilirannya dibawa ke indonesia.
b). Syarat-syarat kasasi
Ada beberapa syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam mengajukan
kasasi, yaitu sebagai berikut :
• Diajukan oleh pihak yang berhak mengajukan kasasi.
• Diajukan masih dalam
tenggang waktu kasasi.
• Putusan atau penetapan PA
dan PTA/PTU/PTN, menurut hukum dapat dimintakan kasasi.
• Membuat memori kasasi
(pasal 47 ayat (1) UU No. 14/1985).
• Membayar panjar biaya
kasasi (pasal 47).
• Menghadap di Kepaniteraan
Pengadilan Agama yang bersangkutan.
Untuk permohonan kasasi
hanya dapat diajukan dalam masa tenggang waktu kasasi yaitu, 14 (empat belas)
hari sesudah putusan atau penetapan pengadilan diberitahukan kepada yang
bersangkutan (pasal 46 ayat (1) UU No. 14/1985). Apabila 14 (empat belas) hari
telah lewat tidak ada permohonan kasasi yang diajukan oleh pihak yang
bersangkutan maka dianggap telah menerima putusan (pasal 46 ayat (2) UU No.
14/1985). Pemohon kasasi hanya dapat diajukan satu kali (pasal 43 UU No.
14/1985).
c. Alasan-alasan kasasi
MA merupakan putusan akhir
terhadap putusan Pengadilan Tingkat Banding, atau Tingkat Terakhir dari semua
lingkungan Peradilan.
Ada beberapa alasan bagi MA
dalam tingkat kasasi untuk membatalkan putusan atau penetapan dari semua lingkungan
peradilan, diantarannya ialah sebagai berikut :
a) Karena tidak berwenang
atau melampaui batas wewenang.
b) Salah menerapkan atau
melanggar hukum yang berlaku.
c) Lalai memenuhi syarat
yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu
dengan batalnya putusan yang bersangkutan (pasal 30 UU No. 14 /1985).
Suatu penetapan PA maupun
PTA/PTU/PTN yang menurut hukum tidak dapat dimintakan banding, maka dapat
dimintakan kasasi ke MA dengan alasan-alasan tersebut di atas. Untuk suatu
putusan PA yang telah dimintakan banding kepada PTA/PTU/PTN, maka yang
dimintakan kasasi adalah keputusan PTA tersebut, karena adanya banding tersebut
berarti putusan PA telah masuk atau diambil alih oleh PTA/PTU/PTN.
Mencabut permohonan kasasi
(pasal 49 UU No. 14/1985). Sebelum permohonan kasasi diputuskan oleh Mahkamah
Agung maka permohonan tersebut dapat dicabut kembali oleh pemohon, tanpa
memerlukan persetujuan dari pihak lawan, apabila berkas perkara belum
dikirimkan kepada MA, maka :
- Pencabutan disampaikan kepada PA yang bersangkutan, baik secara tertulis maupun lisan.
- Kemudian oleh panitera dibuatkan Akta Pencabutan Kembali Permohonan Kasasi.
- Pemohon tidak dapat lagi mengajukan permohonan kasasi walaupun tenggang waktu kasasi belum habis.
- Berkas perkara tidak perlu di teruskan ke MA.
Dan apabila berkas perkara sudah dikirimkan
kepada MA, maka :
- Pencabutan disampaikan melalui PA yang bersangkutan atau langsung ke MA.
- Apabila pencabutan disampaikan melalui PA, maka pencabutan segera dikirimkan kepada MA.
- Apabila permohonan kasasi belum diputuskan, maka Mahkamah Agung akan mengeluarkan “penetapan” yang isinya bahwa mengabulkan permohonan pencabutan kembali perkara kasasi dan memerintahkan untuk mencoret perkara kasasi.
- Apabila permohonan kasasi telah diputuskan, maka pencabutan kembali tidak mungkin dikabulkan.
- Kasasi demi kepentingan hukum (pasal 45 UU No.
14/1985).
Permohonan kasasi demi kepentingan hukum dapat diajukan oleh Jaksa Agung karena jabatannya dalam perkara perdata maupun Tata Usaha Negara yang diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tingkat Pertama dan Pengadilan Tingkat Banding di semua lingkungan Peradilan. Permohonan kasasi demi kepentingan hukum dapat diajukan hanya satu kali. Dan putusan kasasi demi kepentingan hukum tidak boleh merugikan piha-pihak yang berperkara, artinya ialah tidak menunda pelaksanaan putusan dan tidak mengubah putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Tujuan kasasi adalah untuk menciptakan
kesatuan penerapan hukum dengan jalan membatalkan putusan yang bertentangan
dengan undang-undang atau keliru dalam menerapkan hukum.
Suatu permohonan kasasi dapat diterima atau ditolak untuk diperiksa
oleh Makamah Agung. Menurut KUHAP, suatu permohonan ditolak jika :
a) Putusan yang dimintakan kasasi
ialah putusan bebas.
b) Melewati tenggang waktu
penyampaian permohonan kasasi kepada panitera pengadilan yang memeriksa
perkaranya, yaitu 14 hari sesudah purusan disampaikan kepada terdakwa.
c) Sudah ada putusan kasasi
sebelumnya mengenai perkara tersebut, kasasi hanya dilakukan hanya satu kali.
d) Pemohon tidak mengajukan memori
kasasi.
e) Tidak ada alasan kasasi
Syarat-syarat yang ditentukan oleh KUHAP tersebut, juga perlu ditinjau
Yurisprudensi Mahkamah Agung yang berkaitan dengan kasasi.
a) Permohonan ditinjau oleh seorang kuasa tanpa
kuasa khusus. (putusan Mahkamah Agung tanggal 11 September 1958 No. 117 K/
Kr/1958)
b) Permohonan kasasi ditinjau sebelum ada putusan
akhir Pengadilan Tinggi. (Putusan Mahkamah Agung tanggal 17 Mei 1958 No. 66
K/Kr/1958)
c) Permohonan kasasi terhadap putusan sela. (
putusan Mahkamah Agung Tanggal 25 Febuari 1958 No. 320 K/Kr/1958)
d) Permohonan kasasi dicap jempol tanpa
pengesahan oleh pejabat berwenang.
Putusan Mahkamah Agung Tanggal 5 Desember 1961 No. 137 K/Kr/ 1961
Suatu hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan kasasi ini adalah
tidak diatur oleh KUHAP peranan Jaksa Agung didalamnya. Padahal menurut tujuan,
kasasi itu mencapai kesataun peradialn dan untuk menerapkan undang-undang
setepat-tepatnya, oleh kareana itu penuntut umum sangat penting pula dalam
kasasi.
C. Upaya Hukum Luar Biasa
Tercantum didalam Bab XVIII KUHAP, yang terdiri atas dua bagian :
1) Pemeriksaan Tingkat Kasasi Demi Kepentingan
Hukum
2) Peninjauan kembali putusan pengadialan yang
Telah Melaporkan Kekuatan Hukum Tetap.
Bagian satu terdiri atas 4 pasal saja, yaitu
pasal 259 n sampai dengan pasal 262.
Ø Pemeriksaan tingkat kasasi demi kepentingan
hukum
Permohonan kasasi demi kepentingan hukum dapat diajukan oleh Jaksa
Agung karena jabatannya dalam perkara perdata maupun tata usaha negara yang
diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tingkat Pertama dan Pengadilan Tingkat
Banding di semua lingkungan Peradilan. Permohonan kasasi demi kepentingan hukum dapat
diajukan hanya satu kali. Dan putusan kasasi demi kepentingan hukum tidak boleh
merugikan pihak-pihak yang berperkara, artinya ialah tidak menunda pelaksanaan
putusan dan tidak mengubah putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap.
Dalam peraturan lama kasasi
demi kepentingan hukum ini telah diatur bersama kasasi biasa dalam satu pasal
yaitu pasal 17 undang-unbdang makamah Agung (undang-undang Nomer 1 Tahun 1950).
Yang mengatakan bahfwa kasasi dapat dilakukan
atas permohonan pinhak yang berkepentingan atau atas permohonan Jaksa Agung
karena jabatannya. Dengan pengertian bahwa kasasi atas peremohonan Jaksa Agung
hanya semata-mata untuk kepentingan hokum dengan tidak dapat merugikan
pihak-pihak yang berkepentingan. Jadi hanya dibedakan kasasi pihak dan kasasi
jabatan Jaksa Agung. Kasasi karena Jabatan ini yang sama dengan kasasi demi
kepentingan hukum sebagai upaya hokum luar biasa menurut KUHAP.
Menurut pasal 259 ayat (1)
KUHAP Jaksa Agung dapat mengajukan satu kali permohonan kasasi terhadap semua
putusan yang telah memperoleh kekuatan hokum tetap dari pengadilan selain
daripada Mahkamah Agung, demi kepentingan hukum.
Kasasi demi kepentingan
hukum diajukan jika sudah tidak ada upaya hukumk biasa yang dapat dipakai. Permohonan kasasi diajukan oleh Jaksa Agung
kepada Mahkamah Agung melalui panitera yang telah memutus perkara tersebut
dalam tingkat pertama, disertai risalah yang menjadi alasa, kemuddian panitera
meneruskan kepada yang berkepentingan (pasal 260 KUHAP). Salinan keputusan
Mahkamah Agung disampaikan kepada Jaksa Agung dan kepada pengadilan yang
bersangkutan, disertai berkas perkara. (pasal 261 KUHAP). Ketentuan kasasi demi
kepentingan hokum bagi pengadilan dalam lingkungan pengadilan umum berlaku juga
bagi pengadilan militer (Pasal 262 KUHAP).
Jadi, pada umumnya sama saja dengan kasasi biasa, kecuali dalam kasasi
demi kepentingan hukum ini penasehat hokum tidak lagi dilibatkan.
Ø Peninjauan kembali putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
· Pengertian peninjauan kembali
Kata peninjauan kembali diterjemahkan dari kata “Herziening”,
Mr. M. H. Tirtaamijaya menjelaskan herziening sebagai berikut : itu adalah
sebagai jalan untuk memperbaiki suatu putusan yang telah menjadi tetap-jadinya
tidak dapat diubah lagi dengan maksud memperbaiki suatu kealpaan hakim yang
merugikan si terhukum kalau perbaikan itu hendak dilakukan maka ia harus
memenuhi syarat, yakni ada sesuatu keadaan yang pada pemeriksaan hakim, yang
tidak diketahui oleh hakim itu, jika ia mengetahui keadaan itu, akan memberikan
putusan lain.
Dalam buku yang lain menyatakan bahwa peninjauan kembali atau biasa
disebut Request Civiel adalah meninjau kembali putusan perdata yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap, karena diketahuinya hal-hal baru yang
dulu tidak dapat diketahui oleh hakim, sehingga apabila hal-hal itu
diketahuinya maka putusan hakim akan menjadi lain. Peninjauan kembali hanya
dapat dilakukan oleh MA. Peninjauan kembali diatur dalam Undang-Undang Nomor 14
tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, dan apabila terdapat hal-hal atau keadaan
yang ditentukan oleh undang-undang terhadap putusan Pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap dapat dimintakan peninjauan kembali kepada MA,
dalam perkara perdata dan pidana oleh pihak-pihak yang berkepentingan (pasal 21
UU No. 14/1970).
· Syarat-syarat peninjauan kembali
Ada
beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk peninjauan kembali diantaranya
sebagai berikut :
- Diajukan oleh pihak yang berperkara.
- Putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
- Membuat surat permohonan peninjauan kembali yang memuat alasan-alasannya.
- Membayar panjar biaya peninjauan kembali.
- Menghadap di Kepaniteraan Pengadilan Agama yang memutus perkara pada tingkat pertama.
Adapun yang berhak
mengajukan peninjauan kembali adalah para pihak yang berperkara atau ahli
warisnya (yang dapat dibuktikan dengan akta dibawah tanda tangan mengenai
keahliwarisannya yang didelegasi oleh Ketua Pengadilan Agama) apabila pemohon
meninggal dunia (pasal 68 UU No. 14/1985), juga bisa dengan wakil yang secara
khusus dikuasakan untuk mengajukan permohonan PK dengan bukti adanya surat
kuasa. Adapun Permohonan PK diajukan dalam masa tenggang
waktu yang tepat yaitu 180 (seratus delapan puluh) hari.
Sebelum berlakunya KUHAP,
belum ada undang-undang yang mengatur pelaksanaan peninjauan kembali putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hokum tetap.undang-undang tentang pokok
kekuasaan kehakiman pada pasal 21 hanya menyebut kemungkinan peninjauan kemabli
itu, tetapi pelaksanaanya sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Permintaan peninjauan
kembali dilakukan atas dasar :
1.
Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan
dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu siding masih
berlangsung hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lep[as ndari segala
tuntutan hokum atau tuntuntan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap
perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
2.
Apabila dalam pelbagai putusan terdapat
pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai
dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu ternyata telah
bertentangan satu dengan yang lain
3.
Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan
suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
Dalam rancangan KUHP telah diatur tentang pemaafan oleh hakim (rechtelijkpat)
yang mengatakan terdakwa terbukti melakukan delik tetapi tidak ada pidana
karena delik yng dilakukan ringan dan telah memperbaiki diri.
Dalam
pasal 266 aayat (2) KUHAP ditemukan bahwa dalam hal Mahkamah Agung berpendapat
bahwa permintaan peninjauan kembaliu dapat diterimauntuk diperiksa, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
a. Apabila Mahkamah Agung tidak membenarkan
alasan pemohon, Mahkamah Agung menolak permintaan peninjauan kembali dengan
menetapkan bahwa putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu tetap berlaku
disertai dasar pertimbangannya.
b. Apabila Mahkamah Agung membenarkan alasan
pemohon, Mahkamah Agung membatalkan putusan yang dimintakan peninjauan kembali
itu dengan menjatuhkan putusan yang dapat beruapa:
a) Putusan bebas
b) Putusan lepas dari
tuntutan hukum
c) Putusan tidak dapat menerima putusan penuntut
umum
d) Putusan dengan menetapkan ketentuan pidana
yang lebih ringan.
Suatu ketentuan yang tercantumdalam ayat (3) pasal 266 KUHAP tersebut
yang menyatakan bahwa pidana yang dijatuhkan dalam putusan peninjauan kembali
tidak boleh melebihi pidana yang telah dijatuhkan dalam putusan semula
Kasus perkara yang paling banyak dihebohkan dan akhirnya diselesaikan
melaluipeningjauan kembali ialah perkara engn bin yakin dan karta bin alias Encep
bin Salam semulanya keduanya dipidana oleh pengadilan Bekasi masing-masing 12
da n 7 tahun karena dakwaan pembunuhan. Kemudian putusan pengadilan negeri
bandung tetap menidana kedua terpinada seperti telah dijatuhkan oleh pengadilan
negeri tersebut (putusan No. Reg. 38/1978/Pid/PTB)
Di RRC yang vdapat mengajukan permohonan peninjauan kembali yang
mereka sebut supervisi (trial supervisin) adalah pihak atau nasehat
hukumnya atau keluarga dekat kepada pengadilan rakyat atau kepada Jaksa Rakyat
mengenai putusan atau perintah yang telah mempunyai kekuatan hokum tetap,
tetapi tidak menunda pelaksanaan atau perintah (Pasal 203 KUHAP RRC).
Perkara dapat disidang kembali dengan empat alasan yakni sebagai
berikut :
1. Ada bukti baru yang menunjukkan bahwa
penentuan fakta-fakta pada tuntutan atau perintah asli pasti tidak benar.
2. Bukti bahwa penentuan fakta sehingga putusan
dijatuhkan tidak berkaitan atau tidak cukup atau bagian-bagian pembuktian yang
penting untuk menunjang fakta perkara itu bertentangan satu sama lain.
3. penetapan hukum untuk membuat putusan atau
perintah pasti tidak benar.
4. Hakim dalam memutus perkara melakukan
perbuatan penggelapan atau penyelundupan, malpratek untuk kepentingan pribadi
atau membengkokkan hokum dalam membuat putusan (pasal 204 KUHAP RRC).
Majlis kolegial akan dibentuk untuk mengadili kembali suatu perkara
oleh Pengadialn Rakyat sesuai dengan prosedur pengadilan supervise (PK). Jika
perkara yang asli itu adalah putusan tinggkatbpertama, akan diadili sesuai
dengan prosedur tingkat pertama dan putusan atau perintah baru dapat disbanding
atau diprotes. Jika putusan itu asli, itu adalah putusan tingkat dua akan
disidangkan sesuai dengan prosedur tingkat kedua dan putusanya adalah final
(Pasal 206 KUHAP RRC)
Mengenai perkara yang diadili oelh Pengadilan Rakyat sesuai dengan
prosedur pengadilan supervise, harus menyelesaikan persidangnnya dalam waktu
tiga bulan sejak hari dia pengabil keputusan untuk melimpahkan perkara untuk
diadili sendiri atau putusan diambil untuk menyidangkan perkara. Jika perlu
menambah jangka waktu, lamanya tidak boleh lebih dari enam bulan.
· Pencabutan permohonan peninjauan kembali
Permohonan PK dapat dicabut selam belum diputuskan, dalam dicabut
permohonan peninjauan kembali (PK) tidak dapat diajukan lagi (pasal 66 ayat (3)
UU No. 14/1985). Pencabutan permohonan PK ini dilakukan seperti halnya
pencabutan permohonan kasasi.
D. Upaya Hukum Oleh Kepala Pemerintahan
a). Grasi
Grasi di muat pada pasal 14 Undang- Undang Dasar 1945 yang rumusanya
sebagai berikut :
“presiden memberi grasi,amnesti,abolisi ,dan rehabilitasi “ Menurut penjelasan resmi dari makna grasi
tersebut merupakan hak presiden sebagai kepala Negara bukan Presiden sebagai
Kepala Pemerintahan .dengan demikian grasi tersebut tidak termasuk upaya hukum
.grasi mencakup arti pembebasan ,pengurangan ,atau penukaran sebagaian atau
seluruhnya dari hukuman yang di kenakan pengadilan grasi dapat di mohon atas
hukuman mati ,penjara kurungan .meskipun grasi tidak termasuk upaya hukum
tetapi pada hakikatnya “putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap menjadi tidak pasti (tetap) karena ada kemungkinan di bebaskan atau di
kurangi”. Dalam hal “hukuman denda” maka permohonan grasi tidak menunda
pelaksanaan (eksekusi) tetapi jika terpidana tidak mampu membayarnya maka dapat
di tangguhkan ,demikian halnya dengan hukuman jenis lainya.
Mengenai tenggang waktu untuk mengajukan permohonan grasi kecuali atas
hukuman mati di tentukan dalam tengang waktu 14 hari tersebut adalah permohonan
penundaan atau penangguhan pelaksanaan hukuman tersebut harus di jatuhkan dalam
tenggang waktu 14 hari . setelah melampaui batas waktu tersebut maka penundaan
atau penangguhan tidak dapat di kabukkan .
b). Amnesti
Merupakan suatu pernyataan terhadap orang banyak yang terlibat dalam
suatu tindak pidana untuk meniadakan suatu akibat hukum pidana yang timbul dari
tindak pidana tersebut. Amnesti ini diberikan kepada orang-orang yang sudah
ataupun yang belum dijatuhi hukuman, yang sudah ataupun yang belum diadakan
pengusutan atau pemeriksaan terhadap tindak pidana tersebut. Amnesti agak
berbeda dengan grasi, abolisi atau rehabilitasi karena amnesti ditujukan kepada
orang banyak. Pemberian amnesti yang pernah diberikan oleh suatu negara
diberikan terhadap delik yang bersifat politik seperti pemberontakan atau suatu
pemogokan kaum buruh yang membawa akibat luas terhadap kepentingan negara.
c).Abolisi
Merupakan suatu keputusan untuk menghentikan pengusutan dan
pemeriksaan suatu perkara, dimana pengadilan belum menjatuhkan keputusan terhadap
perkara tersebut. Seorang presiden memberikan abolisi dengan pertimbangan demi
alasan umum mengingat perkara yang menyangkut para tersangka tersebut terkait
dengan kepentingan negara yang tidak bisa dikorbankan oleh keputusan
pengadilan.
d). Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan suatu tindakan Presiden dalam rangka
mengembalikan hak seseorang yang telah hilang karena suatu keputusan hakim yang
ternyata dalam waktu berikutnya terbukti bahwa kesalahan yang telah dilakukan
seorang tersangka tidak seberapa dibandingkan dengan perkiraan semula atau
bahkan ia ternyata tidak bersalah sama sekali. Fokus rehabilitasi ini terletak
pada nilai kehormatan yang diperoleh kembali dan hal ini tidak tergantung
kepada Undang-undang tetapi pada pandangan masyarakat sekitarnya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam peradilan hukum ada
beberapa macam upaya hukum, salah duanya adalah upaya hukum biasa dan upaya
hukum luar biasa, yang didalamnya menyangkut upaya banding, upaya kasasi, dan
upaya peninjauan kembali (PK).
Adapun yang dimaksud dengan upaya banding adalah memohon supaya
perkara yang telah diputus oleh pengadilan tingkat pertama diperiksa ulang oleh
Pengadilan yang lebih tinggi (tingkat banding), karena merasa belum puas dengan
keputusan Pengadilan tingkat pertama.
Sedangkan upaya kasasi adalah upaya agar putusan PA dan PTA/PTU/PTN
dibatalkan oleh MA karena telah salah dalam melaksanakan peradilan. Dan yang
dimaksud upaya peninjauan kembali (PK) adalah meninjau kembali putusan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap, karena diketahuinya hal-hal baru yang
dulu tidak dapat diketahui oleh hakim, sehingga apabila hal-hal itu
diketahuinya maka putusan hakim akan menjadi lain.
Upaya hukum yang di berikan kepada kepala pemerintahan bukan merupakan
suatu upaya hukum, yakni menyangkut tentang amnesty,grasi,abolisi dan
rehabilitasi.
DAFTAR PUSTAKA
· Prints,
Darmawan, SH, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, Djambatan, Jakarta 1989
· Nikolas
simanjuntak,Acara pidana Indonesia dalam siklus hukum,Bogor:Ghalia
Indonesia,2009
· Dr.Jur.Andi
Hamzah,Hukum Acara Pidana Indonesia,Jakarta:Sinar grafika:2008
·
http://id.shvoong.com/law-and-politics/criminal-law/2079816-bagaimana-upaya-hukum-banding-kasasi/
Makasih ya.....,makalanya sangat membantu dalam penyelesaian tugas kami.
BalasHapus