MAKALAH TENTANG
PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN TERHADAP JASA FREIGHT FORWARDING
BAB
I
PENDAHULUAN.
Latar
Belakang
Menjelang bangkitnya pemulihan ekonomi dunia sejak resesi
global pada akhir tahun 2008, hal ini berdampak baik bagi kawasan Asia, khususnya
di Indonesiahal ini dapat dilihat pada pertumbuhan ekonomi dari tahun 2009
hingga tahun2010 yang
makin meningkat.
Bank Pembangunan Asia memperkirakan akan mencapai 7% - 8%
pada jangkamenengah. Hal ini dapat dilihat pada pada kesepakatan pada akhir
tahun 2010kemarin,
antara pemerintah dan DPR-RI, yang menargetkan bahwa pertumbuhanIndonesia adalah 5.8%. Bahkan Menteri Keuangan RI,
Agus Martowarodojo,menyatakan bahwa pada tahun 2011, Indonesia bahkan
akan mencapaipertumbuhan ekonomi 6.3%.
Seperti kita ketahui bahwa pertumbuhan ekonomi di suatu
negara, khususnyanegara berkembang, tidak terkecuali Indonesia, ditunjang oleh
berbagai macamaspek.
Khusus untuk Negara berkembang pertumbuhan ekonomi sangattergantung pada arus modal investor asing maupun
investor lokal dan jugabergantung pada perkembangan infrastruktur dari
suatu negara tersebut.Kontribusi infrasturktur terhadap PDB (Produk Domestik
Bruto) adalah 25%, halini menurut Menteri Keuangan tergolong tinggi, jadi jika
ingin mencapaipertumbuhan ekonomi mencapai 6.3% haruslah dipertahankan
kontribusiinfrastruktur tsb.
Pertumbuhan ekonomi yang digambarkan di atas tersebut,
dapat dilihat denganpeluang bisnis di Indonesia yang masih baik, khususnya
untuk peluang bisnislogistik.
Hal ini ditandai dengan makin banyaknya perusahaan nasional maupunmultinasional
menggunakan pihak ketiga untuk menangani aktivitas logistiknya.Pertimbangan efisiensi dan produktivitas yang
tinggi menjadi alasan utamaperusahaan untuk menggunakan pihak ketiga
untuk menangani aktivitaslogistiknya.
Pasar
bisnis logistic di Indonesia selalu meningkat, hal ini dibuktikan pada
tahun2010 meningkat USD 1.2 miliar melebihi tahun sebelumnya, dan diprediksi
setiaptahun meningkat sebesar 12%.
Kondisi ini memicu persaingan yang sangat ketat dengan
banyaknya pemain dibidang
logistic dan forwarding, dimana per tahun 2010 terdapat kurang lebih
300perusahaan logistic dan forwarding yang berada di Jakarta (berdasarkan
daftar diAsosiasi Logistik Indonesia).
Dilihat dari trend yang selalu naik, untuk itu pemerintah
telah berusaha untuk meningkatkan pertumbuhan disetiap industri, termasuk
di industri logistik danforwarding.
Tetapi perpajakan yang ditetapkan oleh pemerintah apakahmemberikan dampak yang
positif kepada industri di bidang forwarding?
Khususnya pajak penghasilan yang diterapkan di perusahaan
forwarding masihmenimbulkan
kesimpang-siuran dalam penerapannya, bahkan penerapannyadisinyalir tidak merata
tergantung persepsi tiap perusahaan atas perusahaan freightforwarding tersebut. Hal ini sesuai dengan
persepsi umum bahwa peraturanperpajakan di Indonesia masih Grey Area.
Idealnya,
peraturan yang baik - termasuk peraturan pajak - adalah peraturan yangtidak mengandung grey area. Namun demikian, hal itu tidak mungkin dicapaikarena
manusia pasti mempunyai kelemahan dan pasti memiliki perbedaan dalam kepentingan antara satu pihak dengan pihak yang
lain.Grey area perpajakan adalah sebuah keadaan, transaksi atau
kejadian yangdicurigai berat terekspos oleh aturan pajak, akan tetapi
tidak ada aturan pajak yangberlaku sekarang
yang bisa diterapkan terhadap hal tersebut.Maka dalam konteks
perpajakan, Grey area adalah:
•Keadaan
atau transaksi yang sebenarnya terekspos pajak, akan tetapi tidak ada
aturan yang mengaturnya;
•Ada aturannya tapi tidak jelas karena tidak
lengkap, tidak implementatif,tidak
informatif, memunculkan multi tafsir, berbeda antara aturan danpraktek
dan sebagainya;
•Ada
aturannya, akan tetapi jumlahnya lebih dari satu sehinggamengakibatkan
terjadinya kesimpangsiuran peraturan, tarik-menarik, salingberkontradiksi dan
sebagainya.
Grey
Area dalam perpajakan muncul karena banyak sebab, diantaranya adalah:
•Ketiadaan
ketentuan yang semestinya mengatur suatu permasalahan,sehingga memunculkan
berbagai persepsi atau interpretasi dan penafsiran;
•Pengaturan
yang ada tidak jelas dan tidak pasti;
•Pengaturan
yang ada berlebih atau saling tumpang tindih;
•Perbedaan
kepentingan dan penafsiran antara pembayar pajak dan otoritaspajak;
•Perbedaan
kepentingan dan penafsiran di antara pembayar pajak;
•Perbedaan kepentingan dan penafsiran di antara
berbagai pihak di dalamotoritas pajak.
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan
pertumbuhan ekonomi yang disebutkan di atas, khususnya di bidangforwarding serta sangat ketatnya persaingan di
industri forwarding, untuk itukebijaksanaan peraturan pajak penghasilan
yang ditetapkan pemerintahmemberikan dampak
yang baik atau bahkan memberikan dampak yang buruk untuk industri
forwarding di Indonesia.
Seperti yang diketahui secara umum, bahwa peraturan
perpajakan diIndonesiabanyak
menimbulkan persepsi yang berbeda-beda bahkan ada beberapa peraturanperpajakan yang saling bertolak belakang.
Berdasarkan hal itu, jasa freightforwarding yang ditetapkan oleh
peraturan perpajakan, khususnya pajak penghasilan,
tidak secara gamblang/harfiah disebutkan sebagai salah satu pajak yang
dikenakan pajak atau tidak dikenakan pajak penghasilan. Hal inidikarenakan
penafsiran yang berbeda-beda bagi setiap orang yang membaca atasperaturan pajak
penghasilan yang ada.
Adapun yang menjadi penyebab lainnya Grey Area tersebut
adalah timbul daripenafsiran-penafsiran
yang berbeda karena banyak yang tidak mengetahui denganjelas inti
kegiatan-kegiatan yang ada dalam cakupan aktivitas jasa freightforwarding.
C.Tujuan Penulisan
Diharapkan dengan adanya pembahasan yang lebih mendalam
terhadap pajak penghasilan
terhadap jasa freight forwarding, maka orang-orang yang bergerak dibidang
industri freight forwarding dapat lebih mengerti mengenai pengenaan
pajak penghasilan pada jasa freight forwarding
Grey Area
dalam
perpajakan muncul karena banyak sebab, diantaranya adalah:
•Ketiadaan
ketentuan yang semestinya mengatur suatu permasalahan,sehingga memunculkan
berbagai persepsi atau interpretasi dan penafsiran;
•Pengaturan
yang ada tidak jelas dan tidak pasti;
•Pengaturan
yang ada berlebih atau saling tumpang tindih;
•Perbedaan
kepentingan dan penafsiran antara pembayar pajak dan otoritaspajak;
•Perbedaan
kepentingan dan penafsiran di antara pembayar pajak;
•Perbedaan kepentingan dan penafsiran di antara
berbagai pihak di dalamotoritas pajak.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
pertumbuhan ekonomi yang disebutkan di atas, khususnya di bidangforwarding serta sangat ketatnya persaingan di
industri forwarding, untuk itukebijaksanaan peraturan pajak penghasilan
yang ditetapkan pemerintahmemberikan dampak
yang baik atau bahkan memberikan dampak yang buruk untuk industri
forwarding di Indonesia.
Seperti yang diketahui secara umum, bahwa peraturan perpajakan
di Indonesiabanyak
menimbulkan persepsi yang berbeda-beda bahkan ada beberapa peraturanperpajakan yang saling bertolak belakang.
Berdasarkan hal itu, jasa freightforwarding yang ditetapkan oleh
peraturan perpajakan, khususnya pajak penghasilan,
tidak secara gamblang/harfiah disebutkan sebagai salah satu pajak yang
dikenakan pajak atau tidak dikenakan pajak penghasilan. Hal inidikarenakan
penafsiran yang berbeda-beda bagi setiap orang yang membaca atasperaturan pajak
penghasilan yang ada.
Adapun yang menjadi penyebab lainnya Grey Area tersebut
adalah timbul daripenafsiran-penafsiran
yang berbeda karena banyak yang tidak mengetahui denganjelas inti
kegiatan-kegiatan yang ada dalam cakupan aktivitas jasa freight forwarding.
C. Tujuan Penulisan
Diharapkan dengan adanya pembahasan yang lebih mendalam
terhadap pajak penghasilan
terhadap jasa freight forwarding, maka orang-orang yang bergerak dibidang
industri freight forwarding dapat lebih mengerti mengenai pengenaan
pajak penghasilan pada jasa freight forwarding
Kemudian dapat dilihat bahwa pengenaan pajak penghasilan
pada jasa freightforwarding ini dapat memberikan efek yang significant pada pertumbuhan atauperkembangan bisnis di industri freight
forwarding, bukan sebaliknya yaitumelumpuhkan bisnis industri freight
forwarding.
BAB
II
PEMBAHASAN
Dalam
makalah ini ada 3 (tiga) hal yang mendasar yang akan dibahas,
yaitupengertian/definisi dari jasa freight forwarding, peraturan pajak
penghasilan yangberhubungan dengan pajak penghasilan, dan implikasi peraturan
pajak penghasilantersebut.
A.
Definisi Jasa Freight Forwarding
Pengertian
Jasa Freight Forwarding pernah didefinisikan dalam PER-178/PJ/2006(yang
kemudian dicabut dengan terbitnya PER-70/PJ/2007) yaitu mengacu padaKeputusan
Menteri Perhubungan No. KM/10 Tahun 1988 tentang Jasa PengurusanTransportasi. Berdasarkan SK Menhub tersebut, yang
dimaksud dengan JasaFreight
Forwarding adalah sebagai berikut:
usaha
yang ditujukan untuk mewakili kepentingan Pemilik Barang, untuk mengurus semua kegiatan yang diperlukan bagi
terlaksananya pengiriman danpenerimaan
barang melalui transportasi darat, laut dan udara yang dapat mencakup kegiatan penerimaan, penyimpanan,
sortasi, pengepakan, penandaanpengukuran, penimbangan, pengurusan penyelesaian
dokumen, penerbitandokumen angkutan, klaim
asuransi, atas pengiriman barang serta penyelesaiantagihandan biaya-biaya
lainnya berkenan dengan pengiriman barang-barang tersebut sampai
dengan diterimanya barang oleh yang berhak menerimanya.
Dari
definisi tersebut terlihat bahwa jasa Freight Forwarding mencakup rangkaianbeberapa kegiatan yang perlu dilakukan hingga
diterimanya barang oleh pihak yang berhak. Setelah itu barulah perusahaan
Freight Forwarding akan menerimauang jasa dari Pemilik Barang. Hal ini
dapat dibedakan dengan Cargo Broker yangbertindak
hanya sebagai perantara (broker) yang kegiatannya sebatasmempertemukan
pihak perusahaan pengangkutan (pelayaran) dengan pihak pemilik barang dan tidak melakukan rangkaian
kegiatan sebagaimana dilakukanoleh perusahaan jasa Freight Forwarding.
GAFEKSI (INFA) adalah singkatan dari Gabungan Forwarder
dan EkspedisiIndonesia
atau Indonesian Forwarders Association. Adapun pengertian Ekspedisiataupun
forwader dapat dilihat pada pengertian sebagai berikut
Menurut Kitab Undang-undang Hukum Dagang
(KUHD) Bagian ke-II tentang
Ekspedisi:
Pasal
– 86
Ekspedisi
adalah
orang yang pekerjaannya menjadi
tukang
menyuruhkan
kepadaorang lain untuk menyelenggarakan pengangkutan
barang-barang dagangan danlainnya, melalui daratan atau perairan.Ia
diwajibkan membuat catatan-catatan dalam sebuah register harian berturut-turuttentang macam dan jumlah barang-barang dagangan
dan lainnya yang harusdiangkut, seperti harganya, manakala yang
belakangan dianggap perlu.
Pasal
– 87
Ia
harus menanggung, bahwa pengiriman barang dagangan dan lainnya yang
untuk itu diterimanya, akan mendapatkan penyelenggaraannya dengan rapid an
selekas-lekasnya, pula dengan mengindahkan
segala upaya, yang sanggup menjaminkeselamatan barang-barang yang
diangkutnya.
Pasal
– 88
Iapun setelah barang-barang dagangan dan lainnya itu
dikirimkannya, harusmenanggung
segala kerusakan atau hilangnya barang-barang itu, yang mana dapatdipersebabkan
karena kesalahan atau kurang ati-atinya.
Pasal
– 89
Ia
harus menanggung pula segala ekspeditur antara yang dipakainya.
Pasal
- 90
Surat angkutan merupakan persetujuan antar si pengirim
atau eksepditur padapihak
satu dan pengangkut atau juragan perahu pada pihak lain. Surat itu memuatselain apa yang kiranya telah disetujui oleh kedua
belah pihak, seperti misalnyamengenai waktu dalam mana pengangkutan telah harus
selesai dikerjakan danmengenai pergantian rugi dalam hal keterlambatan,
memuat juga :
1. Nama dan berat atau ukuran barang-barang yang
diangkut, begitupunmerek
dan bilangannya
2.
Nama orang kepada siapa barang-barang dikirimkannya
3.
Nama dan tempat si pengangkut atau juragan perahu
4.
Jumlah upahan pengangkutan
5. Tanggal
6.
Tanda tangan si pengeirim atau ekspeditur
Surat
angkutan itu, ekspeditur harus membukukannya dalam register hariannya
Menurut
Ensiklopedi umum terbitan Yayasan Kanisius tahun 1973:
Ekspedisi
(Belanda – Expeditie) :
Pengiriman barang-barang; PerusahaanPengangkutan dan pengiriman barang; juga
perlawatan barang; perlawatankelompok penyelidik ke suatu daerah yang belum
dikenal.
Menurut undang-undang Ekspeditur adalah
seorang perantara yang kerjanyamengurus pengangkutan barang (dalam
bahasa Inggris disebut Forwarding Agent
Atau
Shipping Agent ).
Dalam prakteknya pekerjaan ekspedisi tidak terbatas pada
menguruspengangkutan saja, selain mengambil dari dan mengantarkannya ke tempatpengangkutan, ekspeditur juga
menjadi pengusaha pengangkutan transporter (adayang memiliki alat-alat transport sendiri), bahkan ada yang menyelenggarakan
pekerjaan pergudangan (memiliki gudang sendiri) dan menjadi agen-agen perusahaan
asuransi.
Menurut
Training Manual on Operation Aspects of Multimodal Transport UnitedNation
Economic and Social Commission for Asia and the Pasific (UN ESCAP)edisi 2002
(1.2):
There are no internationally accepted definition of the
term “freight forwarder”.Forwarder are known by different names in different
countries such as
customshouse agent, clearing agent, customs broker, shipping and forwarding
agent, andin some case acts as a principal carrier that is, the main
carrier. But me aspect of their
activities which is common to all of them, what ever the name they use, isthat
they all see their service only.
Menurut Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM.10 Tahun
1988, tanggal26 Februari 1988, tentang
Jasa Pengurusan Transportasi, Bab I
KetentuanUmum Pasal
– 1 :
“Yang
dimaksud dengan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) dalamkeputusan ini adalah usaha yang ditujukan untuk
mewakili kepentingan pemilik barang
untuk mengurus semua kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananyapengiriman dan peneraimaan barang melalui
transportasi darat, laut atau udarayang dapat mencakup kegiatan penerimaan,
penyimpanan, sortasi, pengepakan,penandaan, pengukuran, penimbangan,
pengurusan penyelesaian dokumen,penerbitan
dokumen angkutan, perhitungan biaya angkutan, klaim asuransi ataspengiriman
barang serta penyelesaian tagihan dan biaya-biaya lainnya berkenaandengan pegniriman barang-barang tersebut sampai
dengan diterimanya barangoleh yang berhak menerimanya.
Dilihat dari semua pengertian/definisi Jasa Freight
Forwarding yang telahdisebutkan
di atas kiranya kita dapat mengambil kesimpulan bahwa:
1.
Jasa Freight forwarding suatu jasa yang merupakan suatu rangkaiankegiatan
(bukan satu kegiatan saja).
2.Istilah
Jasa Pengurusan Transportasi = Jasa Ekspedisi (termasuk EMKL) =Jasa Freight
Forwarder.
3.Jasa freight forwarding adalah macam-macam jasa
yang terkaitdenganpengiriman barang
dimana perusahaan freight forwardingbertanggungjawab atas keselamatan
barang, sama-sama menerbitkandokumen angkutan.
B.
Peraturan Pajak Penghasilan
Pengertian
Jasa Freight Forwarding pernah didefinisikan dalam PER-178/PJ/2006 (yang kemudian
dicabut dengan terbitnya PER-70/PJ/2007) yaitu mengacu padaKeputusan Menteri
Perhubungan No. KM/10 Tahun 1988 tentang Jasa PengurusanTransportasi.
Berdasarkan SK Menhub tersebut terlihat bahwa jasa FreightForwarding mencakup
rangkaian beberapa kegiatan yang perlu dilakukan hinggaditerimanya barang oleh pihak yang berhak. Setelah itu barulah
perusahaanFreight Forwarding akan menerima uang jasa dari Pemilik
Barang.
PER-70/PJ/2007
merupakan positive list yang berarti bahwa hanya jasa-jasa yangtercantumlah
yang dianggap sebagai jasa-jasa lain yang merupakan obyek pemotongan PPh
pasal 23 sebagaimana di maksud dalam pasal 23 ayat (1) huruf cUU PPh. Jasa
Freight Forwarding tidak tercantum dalam PER-70/PJ/2007,sehingga dapat
dikatakan tidak termasuk yang dikenakan pemotongan PPh pasal 23.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
244/PMK.03/2008, jasafreight forwarding bukan merupakan objek pemotongan PPh
Pasal 23. Bahkansebelumnya, dengan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor:
S-785/PJ.032/2007ditegaskan
pula bahwa freight forwarding bukanlah jasa perantara.
Akan
tetapi, jasa freight forwarding tidak bebas sepenuhnya dari pemotongan PPh,sebab, jika dalam tagihan freight forwarding
terdapat unsur sewa harta dan ataujasa-jasa yang menjadi Objek PPh Pasal
23, maka tagihan freight forwarding dapat dipotong PPh
C.
Implikasi Peraturan Pajak Penghasilan Pada Industri Freight Forwarding
Inilah yang harus dipahami oleh mereka yang dalam
kegiatan usahanya terkaitdengan
bisnis freight forwarding, terutama shipper yang menurut peraturan
pajak diembani dengan kewajiban memotong PPh Pasal 23, agar terhindar dari
sanksi-sanksi perpajakan tersebu harus
memahami apa saja jenis jasa yang disediakanoleh freight forwarder dan
bagaimana cara penagihan (invoicing) yang dilakukan.Karena bisa jadi jasa-jasa yang disediakan freight forwarding tadi
merupakanobjek pemotongan PPh Pasal 23.
Kegiatan
operasional freight forwarding mencakup kegiatan penerimaan,penyimpanan, fumigasi (penyemprotan anti hama
sebelum barang dimuat dalamkontainer), sortasi, pengepakan, penandaan,
pengukuran, dan penimbangan. Selainitu, freight forwarder juga bertugas
melakukan pengurusan penyelesaian dokumen,penerbitan dokumen, perhitungan biaya
angkutan, klaim asuransi, sertapenyelesaian
tagihan dan biaya-biaya lainnya berkenaan dengan pengirimanbarang
tersebut.
Dalam praktik, sebagian dari kegiatan-kegiatan
operasional tersebut ada yang dilakukan
sendiri oleh freight forwarder (dengan menggunakan sarana danprasarana milik sendiri atau sewaan) dan ada pula
yang menggunakan jasa-jasadari pihak ketiga yang memiliki sarana dan prasarana
yang lebih lengkap danmemadai.
Apabila tagihan (invoice) atas imbalan kegiatan
operasional tersebut dilakukansecara
menyatu (misalnya dengan menggunakan nama akun imbalan jasaforwarder’s fee atau
handling fee), maka seluruh imbalan atas jasa-jasaoperasional tersebut
semestinya tidak dipotong PPh Pasal 23.
Akan tetapi, jika tagihannya dilakukan secara terpisah
(di-breakdown), dan iniyang biasanya terjadi, maka sebagian dari tagihan
tersebut dapat menjadi objek pemotongan PPh Pasal 23 secara pasti, seperti jasa
pengepakan atau jasa fumigasi(jasa pembasmian hama terhadap barang-barang yang
akan dimasukan kekontainer) yang ditagih secara terpisah, maka imbalan jasa
tersebut akan menjadiobjek pemotongan PPh Pasal 23
Sementara sebagian lagi dapat masuk ke dalam wilayah
remang-remang (greyarea), seperti jasa penyimpanan-yang merupakan salah satu
rangkaian dari jasa-jasa
freight forwarding dalam proses pengiriman barang—dilakukan sendiri olehfreight forwarder, baik dengan menggunakan gudang
milik sendiri atau gudangyang disewa dari pihak ketiga.
Dalam
hal ini, grey area akan ada jika seandainya imbalan atas jasa
penyimpanantersebut ditagih secara terpisah. Di sini muncul pertanyaan, apakah
jasa tersebuttermasuk sebagai jasa penyimpanan atau jasa sewa gudang (sewa
tanah dan ataubangunan)? Sebab dalam peraturan pajak tidak dijelaskan batasan
dan perbedaandari kedua jenis jasa tersebut.
Begitu juga dengan jasa pengangkutan, termasuk sewa (charter) atau
bukan.
Dalam
praktik, memang tidak banyak perusahaan freight forwarding yangmenyediakan sendiri semua jasa-jasa yang
diperlukan dalam proses pengirimanbarang. Sebab, semua kegiatan tersebut
membutuhkan modal yang tidak sedikitdan beberapa di antaranya membutuhkan izin
usaha dan sertifikasi yang khususseperti misalnya jasa fumigasi.
Artinya, dalam hal ini perusahaan freightforwarding biasanya akan memanfaatkan
pihak ketiga penyedia jasa.
Bagi shipper agar terhindar dari sanksi-sanksi
perpajakan, sebaiknya meyakinibahwa apabila terdapat obyek PPh Pasal 23 dalam tagihan
jasa forwardingtersebut,
pajaknya telah dipotong oleh pengusaha jasa forwarding dengan memintafoto copy
bukti potong dan SPT Masa-nya.
Reimbursement
dalam Jasa Freight Forwarding
Reimbursment merupakan suatu jumlah yang ditagih oleh
Pemberi Jasa kepadaPenerima
Jasa yang berasal dari tagihan Pihak Ketiga (Supplier). Dengandemikian,
Pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi reimbursment adalah PemberiJasa selaku pihak yang menyerahkan jasa kepada
konsumen (Penerima Jasa),Penerima Jasa, dan Pihak Ketiga selaku pihak
yang dilibatkan oleh Pemberi Jasadalam melakukan penyerahan jasa kepada
konsumen (Penerima Jasa).
Transaksi
Reimbursment ini umumnya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan jasayang
bekerjasama dengan pihak ketiga dalam melakukan kegiatan pemberian jasakepada
konsumen (penerima jasa) antara lain perusahaan yang bergerak di bidangusaha jasa freight forwarding yang dalam kegiatan
operasionalnya bekerjasamadengan Pihak Ketiga antara lain perusahaan
pengangkutan / pengiriman barang.Tagihan biaya yang di-Reimburs antara
lain : Freight, THC, Document Fee, D/O,Cleaning Container, Lift on/off
Container, shipping line, Airline.
Dalam hal terjadi transaksi Reimbursment, Tagihan dari
Pihak Ketiga akanditeruskan
oleh Pemberi Jasa kepada Penerima Jasa dengan atau tanpa ditambahimbalan (Mark
Up). Selanjutnya pembayaran dari Penerima Jasa akan diteruskanoleh Pemberi Jasa
kepada Pihak Ketiga tersebut setelah dikurangi dengan imbalanmark up. Jumlah penerimaan yang akan dicatat
sebagai penghasilan/pendapatanoleh Pemberi Jasa adalah jumlah pembayaran
dari Penerima Jasa dikurangi dengan Reimbursment. Oleh karena itu, dokumen
tagihan oleh Pihak Ketiga seharusnyadibuat langsung atas nama Penerima Jasa
(bukan Pemberi Jasa)
Ketentuan yang mengatur tentang pengakuan pendapatan dan
biaya dalam hal terdapat transaksi reimbursment, belum diatur secara
khusus. Namun sesuaidengan penjelasan Pasal 28 ayat (7) UU KUP menyatakan
bahwa pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim
dipakai di Indonesia misalnya
berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan kecuali peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain. Dengan
demikian, sepanjang peraturan perundang-undangan perpajakan tidak
menentukan secara khusus, makapengakuan pendapatan dan biaya dalam hal terdapat
transaksi reimbursment harusmenggunakan cara
atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia yaitu Standar Akuntansi
Keuangan Indonesia.
Di
atas telah disampaikan bahwa dalam transaksi reimbursment dokumen invoicetagihan oleh Pihak Ketiga dibuat langsung atas
nama Penerima Jasa. Menurutkelaziman akuntansi di Indonesia, dokumen/invoice
tagihan yang akan diakui sebagai pendapatan Pemberi Jasa adalah dokumen
tagihan/invoice yang dibuatatas nama Pemberi Jasa yang bersangkutan.
Dengan demikian, atas pembayaran (Reimbursment) yang diterima dari Penerima
Jasa atas tagihan invoice dimaksud tidak
akan diakui sebagai penghasilan/pendapatan oleh Pemberi Jasa. Demikianpula pembayaran oleh Pemberi Jasa kepada Pihak
Ketiga tidak boleh diakui /dicatat sebagai biaya (pengurang penghasilan
bruto).
Pengakuan Pendapatan dan Biaya ini juga telah selaras
dengan penghitungan peredaran
usaha (Dasar Pengenaan Pajak) menurut ketentuan PPN. Seperti telah diuraikan di
atas, dalam ketentuan PPN diatur bahwa reimbursment dikurangkandari Dasar
Pengenaan Pajak PPN, sehingga penerimaan pembayaran reimbursmentdari Penerima Jasa juga seharusnya tidak
dicatat/diakui sebagai pendapatan.Dengan demikian, peredaran usaha menurut PPN
akan sama (equal) denganperedaran usaha menurut PPh.
BAB
III
KESIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Jasa FreightForwarding bukanlah merupakan objek pajak PPh 23, hal ini tertera jelas
dalamPER-70/PJ/2007 (isinya merupakan jasa-jasa yang dikenakan PPh
23/positif list), dimana jasa Freight
Forwarding tidak termasuk di dalam positif list tersebut.Kemudian dipertegas
dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008, jasa freight
forwarding bukan merupakan objek pemotonganPPh Pasal 23. Bahkan
sebelumnya, dengan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor:S-785/PJ.032/2007
ditegaskan pula bahwa freight forwarding bukanlah jasa perantara.
Tetapi
jika jasa freight forwarding di-break down menjadi aktivitas-aktivitas yangdi
dalamnya terdapat aktivitas/kegiatan yang merupakan objek pajak, maka jasa-jasa tersebut yang akan menjadi objek PPh 23,
misalnya: jasa pengepakan ataujasa fumigasi.
Grey area pengenaan PPh 23 di dalam aktivitas-aktivitas
yang membentuk jasafreight forwarding tidak dapat dihindarkan, hal ini terjadi
juga di beberapa jasalainnya, misalnya: jasa pengangkutan dianggap sebagai jasa
charter atau tidak.Tetapi diharapkan kita mengetahui arti inti dari
kegiatan/jasa tersebut sehinggakita
dapat menilai pajak penghasilan yang mengatur atau mendekati mengatur
atasaktivitas tersebut.
Reimbursable
banyak dilakukan di perusahaan freight forwarding, dan peraturanmengenai hal ini masih belum diatur secara
jelas/khusus di dalam peraturan perpajakan,
tetapi transaksi reimbursable ini harus mengikuti ketentuan sebagai berikut:
1. Tagihan dari pihak ke 3 yang diteruskan kepada pihak
penerimajasa, tidak boleh di-mark up
nilainya
2.
Tagihan dari pihak ke 3 yang diteruskan kepada pihak penerima jasa,
harusditujukan/atas nama pihak penerima jasa
3.
Tagihan/transaksi reimbursable ini tidak dapat menjadi bagian daripendapatan
usaha ataupun beban usaha dari perusahaan tersebut.
Sejauh ini
semua peraturan perpajakan untuk jasa freight forwarding di industry iFreight Forwarding/Jasa Pengurusan Transportasi/EMKL/Ekspedisi,
masih perludiperjelas, karena salah satu
cara untuk meningkatkan kepatuhan perpajakanadalah adanya peraturan
perpajakan yang jelas, sehingga semua wajib pajak yangbergerak dalam bidang industri freight forwarding menjadi lebih jelas
dalam mengikuti/mematuhi peraturan
yang ada, dan petugas pajak akan menjadi lebihjelas dalam menegakkan
peraturan yang ada.Sekarang ini ada kecenderungan pada petugas pajak dalam
menegakkan peraturanyang ada dengan cara tebang-pilih, hal ini menjadi image
yang sangat jelek bagipetugas pajak itu
sendiri, bahkan investor-investor asing yang ingin membukausahanya di industri freight forwarding pun akan
mengurungkan niatnya jikasemua peraturan yang ada masih grey area dan
penegakkannya pun bersifatsubjektif/tebang
pilih. Hal inilah yang harus dihindari dan harus dilihat oleh pemerintah
jika ingin meningkatkan pertumbuhan industry.
DAFTAR
PUSTAKA
Peraturan Perpajakan Dirjen
Pajak
KUHD Bagian II tentang Ekspedisi
Ramitha, Vina, Peluang Bisnis Ekspedisi,
www.inilah.com, Jakarta, Juli 2008.
Basuki, Orin, Kompas “Ekonomi Tumbuh
7-8% Bukan Mimpi, Jakarta, Agustus 2010.
Majalah Swa ”Mereka Yang Unggul Di
Bisnis Logistik”, Jakarta, Oktober 2008.
Terima kasih pencerahannya.. keep posting.
BalasHapusSolusi Import Cepat Murah Aman dan Terpecaya
BalasHapusPT.Megaton Samudera Asia (International Freight Forwarder).
Kami bersedia bekerjasama dengan pengusaha Importir (Produsen,Umum,Terdaftar) dan pengusaha lainnya yang bergerak dalam perdagangan International dengan murah dan cepat.
Demikianlah penawaran ini kami ajukan, Besar harapan kami bisa kerja sama dengan perusahaan Bapak/Ibu. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Best Regards,
Banta
Executive Import
Hp/Wa : 0812 1853 4003
Email : import.banta@gmail.com / banta.import@asia.com
Head Office:
PT.MEGATON SAMUDERA ASIA
International Freight Forwarder
Gedung Pembina Graha lantai 2 Ruang 221
Jl. D.I Panjaitan No.45 Rawa Bunga Jatinegara – Jakarta Timur 13350
Telp : 021-8591 7799
Fax : 021-2232 6705
Email : mkt1@msalogistics.co.id
Web : www.jasaimportterpecaya.com
http://jasacustomsclearancee.blogspot.com
https://jasacargocepat.blogspot.com
http://jasapengirimancargomurahjakarta.blogspot.com/