Rabu, 06 Februari 2013

MAKALAH TENTANG PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN TERHADAP JASA FREIGHT FORWARDING

 
MAKALAH  TENTANG PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN TERHADAP JASA FREIGHT FORWARDING

BAB I
PENDAHULUAN.

Latar Belakang

Menjelang bangkitnya pemulihan ekonomi dunia sejak resesi global pada akhir tahun 2008, hal ini berdampak baik bagi kawasan Asia, khususnya di Indonesiahal ini dapat dilihat pada pertumbuhan ekonomi dari tahun 2009 hingga tahun2010 yang makin meningkat.

Bank Pembangunan Asia memperkirakan akan mencapai 7% - 8% pada jangkamenengah. Hal ini dapat dilihat pada pada kesepakatan pada akhir tahun 2010kemarin, antara pemerintah dan DPR-RI, yang menargetkan bahwa pertumbuhanIndonesia adalah 5.8%. Bahkan Menteri Keuangan RI, Agus Martowarodojo,menyatakan bahwa pada tahun 2011, Indonesia bahkan akan mencapaipertumbuhan ekonomi 6.3%.

Seperti kita ketahui bahwa pertumbuhan ekonomi di suatu negara, khususnyanegara berkembang, tidak terkecuali Indonesia, ditunjang oleh berbagai macamaspek. Khusus untuk Negara berkembang pertumbuhan ekonomi sangattergantung pada arus modal investor asing maupun investor lokal dan jugabergantung pada perkembangan infrastruktur dari suatu negara tersebut.Kontribusi infrasturktur terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) adalah 25%, halini menurut Menteri Keuangan tergolong tinggi, jadi jika ingin mencapaipertumbuhan ekonomi mencapai 6.3% haruslah dipertahankan kontribusiinfrastruktur tsb.

Pertumbuhan ekonomi yang digambarkan di atas tersebut, dapat dilihat denganpeluang bisnis di Indonesia yang masih baik, khususnya untuk peluang bisnislogistik. Hal ini ditandai dengan makin banyaknya perusahaan nasional maupunmultinasional menggunakan pihak ketiga untuk menangani aktivitas logistiknya.Pertimbangan efisiensi dan produktivitas yang tinggi menjadi alasan utamaperusahaan untuk menggunakan pihak ketiga untuk menangani aktivitaslogistiknya.

Pasar bisnis logistic di Indonesia selalu meningkat, hal ini dibuktikan pada tahun2010 meningkat USD 1.2 miliar melebihi tahun sebelumnya, dan diprediksi setiaptahun meningkat sebesar 12%.

Kondisi ini memicu persaingan yang sangat ketat dengan banyaknya pemain dibidang logistic dan forwarding, dimana per tahun 2010 terdapat kurang lebih 300perusahaan logistic dan forwarding yang berada di Jakarta (berdasarkan daftar diAsosiasi Logistik Indonesia).

Dilihat dari trend yang selalu naik, untuk itu pemerintah telah berusaha untuk meningkatkan pertumbuhan disetiap industri, termasuk di industri logistik danforwarding. Tetapi perpajakan yang ditetapkan oleh pemerintah apakahmemberikan dampak yang positif kepada industri di bidang forwarding?

Khususnya pajak penghasilan yang diterapkan di perusahaan forwarding masihmenimbulkan kesimpang-siuran dalam penerapannya, bahkan penerapannyadisinyalir tidak merata tergantung persepsi tiap perusahaan atas perusahaan freightforwarding tersebut. Hal ini sesuai dengan persepsi umum bahwa peraturanperpajakan di Indonesia masih Grey Area.

Idealnya, peraturan yang baik - termasuk peraturan pajak - adalah peraturan yangtidak mengandung grey area. Namun demikian, hal itu tidak mungkin dicapaikarena manusia pasti mempunyai kelemahan dan pasti memiliki perbedaan dalam kepentingan antara satu pihak dengan pihak yang lain.Grey area perpajakan adalah sebuah keadaan, transaksi atau kejadian yangdicurigai berat terekspos oleh aturan pajak, akan tetapi tidak ada aturan pajak yangberlaku sekarang yang bisa diterapkan terhadap hal tersebut.Maka dalam konteks perpajakan, Grey area adalah:

•Keadaan atau transaksi yang sebenarnya terekspos pajak, akan tetapi tidak ada aturan yang mengaturnya;

Ada aturannya tapi tidak jelas karena tidak lengkap, tidak implementatif,tidak informatif, memunculkan multi tafsir, berbeda antara aturan danpraktek dan sebagainya;

•Ada aturannya, akan tetapi jumlahnya lebih dari satu sehinggamengakibatkan terjadinya kesimpangsiuran peraturan, tarik-menarik, salingberkontradiksi dan sebagainya.


 
Grey Area dalam perpajakan muncul karena banyak sebab, diantaranya adalah:

•Ketiadaan ketentuan yang semestinya mengatur suatu permasalahan,sehingga memunculkan berbagai persepsi atau interpretasi dan penafsiran;

•Pengaturan yang ada tidak jelas dan tidak pasti;

•Pengaturan yang ada berlebih atau saling tumpang tindih;

•Perbedaan kepentingan dan penafsiran antara pembayar pajak dan otoritaspajak;

•Perbedaan kepentingan dan penafsiran di antara pembayar pajak;

Perbedaan kepentingan dan penafsiran di antara berbagai pihak di dalamotoritas pajak.
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan pertumbuhan ekonomi yang disebutkan di atas, khususnya di bidangforwarding serta sangat ketatnya persaingan di industri forwarding, untuk itukebijaksanaan peraturan pajak penghasilan yang ditetapkan pemerintahmemberikan dampak yang baik atau bahkan memberikan dampak yang buruk untuk industri forwarding di Indonesia.

Seperti yang diketahui secara umum, bahwa peraturan perpajakan diIndonesiabanyak menimbulkan persepsi yang berbeda-beda bahkan ada beberapa peraturanperpajakan yang saling bertolak belakang. Berdasarkan hal itu, jasa freightforwarding yang ditetapkan oleh peraturan perpajakan, khususnya pajak penghasilan, tidak secara gamblang/harfiah disebutkan sebagai salah satu pajak yang dikenakan pajak atau tidak dikenakan pajak penghasilan. Hal inidikarenakan penafsiran yang berbeda-beda bagi setiap orang yang membaca atasperaturan pajak penghasilan yang ada.

Adapun yang menjadi penyebab lainnya Grey Area tersebut adalah timbul daripenafsiran-penafsiran yang berbeda karena banyak yang tidak mengetahui denganjelas inti kegiatan-kegiatan yang ada dalam cakupan aktivitas jasa freightforwarding.


C.Tujuan Penulisan

Diharapkan dengan adanya pembahasan yang lebih mendalam terhadap pajak penghasilan terhadap jasa freight forwarding, maka orang-orang yang bergerak dibidang industri freight forwarding dapat lebih mengerti mengenai pengenaan pajak penghasilan pada jasa freight forwarding

  Grey Area
dalam perpajakan muncul karena banyak sebab, diantaranya adalah:
•Ketiadaan ketentuan yang semestinya mengatur suatu permasalahan,sehingga memunculkan berbagai persepsi atau interpretasi dan penafsiran;
•Pengaturan yang ada tidak jelas dan tidak pasti;
•Pengaturan yang ada berlebih atau saling tumpang tindih;
•Perbedaan kepentingan dan penafsiran antara pembayar pajak dan otoritaspajak;
•Perbedaan kepentingan dan penafsiran di antara pembayar pajak;
Perbedaan kepentingan dan penafsiran di antara berbagai pihak di dalamotoritas pajak.



B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pertumbuhan ekonomi yang disebutkan di atas, khususnya di bidangforwarding serta sangat ketatnya persaingan di industri forwarding, untuk itukebijaksanaan peraturan pajak penghasilan yang ditetapkan pemerintahmemberikan dampak yang baik atau bahkan memberikan dampak yang buruk untuk industri forwarding di Indonesia.

Seperti yang diketahui secara umum, bahwa peraturan perpajakan di Indonesiabanyak menimbulkan persepsi yang berbeda-beda bahkan ada beberapa peraturanperpajakan yang saling bertolak belakang. Berdasarkan hal itu, jasa freightforwarding yang ditetapkan oleh peraturan perpajakan, khususnya pajak penghasilan, tidak secara gamblang/harfiah disebutkan sebagai salah satu pajak yang dikenakan pajak atau tidak dikenakan pajak penghasilan. Hal inidikarenakan penafsiran yang berbeda-beda bagi setiap orang yang membaca atasperaturan pajak penghasilan yang ada.

Adapun yang menjadi penyebab lainnya Grey Area tersebut adalah timbul daripenafsiran-penafsiran yang berbeda karena banyak yang tidak mengetahui denganjelas inti kegiatan-kegiatan yang ada dalam cakupan aktivitas jasa freight forwarding.

C. Tujuan Penulisan
Diharapkan dengan adanya pembahasan yang lebih mendalam terhadap pajak penghasilan terhadap jasa freight forwarding, maka orang-orang yang bergerak dibidang industri freight forwarding dapat lebih mengerti mengenai pengenaan pajak penghasilan pada jasa freight forwarding

 
Kemudian dapat dilihat bahwa pengenaan pajak penghasilan pada jasa freightforwarding ini dapat memberikan efek yang significant pada pertumbuhan atauperkembangan bisnis di industri freight forwarding, bukan sebaliknya yaitumelumpuhkan bisnis industri freight forwarding.























BAB II
PEMBAHASAN


Dalam makalah ini ada 3 (tiga) hal yang mendasar yang akan dibahas, yaitupengertian/definisi dari jasa freight forwarding, peraturan pajak penghasilan yangberhubungan dengan pajak penghasilan, dan implikasi peraturan pajak penghasilantersebut.

A. Definisi Jasa Freight Forwarding

Pengertian Jasa Freight Forwarding pernah didefinisikan dalam PER-178/PJ/2006(yang kemudian dicabut dengan terbitnya PER-70/PJ/2007) yaitu mengacu padaKeputusan Menteri Perhubungan No. KM/10 Tahun 1988 tentang Jasa PengurusanTransportasi. Berdasarkan SK Menhub tersebut, yang dimaksud dengan JasaFreight Forwarding adalah sebagai berikut:

usaha yang ditujukan untuk mewakili kepentingan Pemilik Barang, untuk mengurus semua kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya pengiriman danpenerimaan barang melalui transportasi darat, laut dan udara yang dapat mencakup kegiatan penerimaan, penyimpanan, sortasi, pengepakan, penandaanpengukuran, penimbangan, pengurusan penyelesaian dokumen, penerbitandokumen angkutan, klaim asuransi, atas pengiriman barang serta penyelesaiantagihandan biaya-biaya lainnya berkenan dengan pengiriman barang-barang tersebut sampai dengan diterimanya barang oleh yang berhak menerimanya.

Dari definisi tersebut terlihat bahwa jasa Freight Forwarding mencakup rangkaianbeberapa kegiatan yang perlu dilakukan hingga diterimanya barang oleh pihak yang berhak. Setelah itu barulah perusahaan Freight Forwarding akan menerimauang jasa dari Pemilik Barang. Hal ini dapat dibedakan dengan Cargo Broker yangbertindak hanya sebagai perantara (broker) yang kegiatannya sebatasmempertemukan pihak perusahaan pengangkutan (pelayaran) dengan pihak pemilik barang dan tidak melakukan rangkaian kegiatan sebagaimana dilakukanoleh perusahaan jasa Freight Forwarding.

GAFEKSI (INFA) adalah singkatan dari Gabungan Forwarder dan EkspedisiIndonesia atau Indonesian Forwarders Association. Adapun pengertian Ekspedisiataupun forwader dapat dilihat pada pengertian sebagai berikut

  Menurut Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) Bagian ke-II tentang
Ekspedisi:

Pasal – 86 
Ekspedisi
adalah orang yang pekerjaannya menjadi
tukang menyuruhkan
kepadaorang lain untuk menyelenggarakan pengangkutan barang-barang dagangan danlainnya, melalui daratan atau perairan.Ia diwajibkan membuat catatan-catatan dalam sebuah register harian berturut-turuttentang macam dan jumlah barang-barang dagangan dan lainnya yang harusdiangkut, seperti harganya, manakala yang belakangan dianggap perlu.

Pasal – 87 
Ia harus menanggung, bahwa pengiriman barang dagangan dan lainnya yang untuk itu diterimanya, akan mendapatkan penyelenggaraannya dengan rapid an selekas-lekasnya, pula dengan mengindahkan segala upaya, yang sanggup menjaminkeselamatan barang-barang yang diangkutnya.

Pasal – 88
Iapun setelah barang-barang dagangan dan lainnya itu dikirimkannya, harusmenanggung segala kerusakan atau hilangnya barang-barang itu, yang mana dapatdipersebabkan karena kesalahan atau kurang ati-atinya. 

Pasal – 89
Ia harus menanggung pula segala ekspeditur antara yang dipakainya. 

Pasal - 90
Surat angkutan merupakan persetujuan antar si pengirim atau eksepditur padapihak satu dan pengangkut atau juragan perahu pada pihak lain. Surat itu memuatselain apa yang kiranya telah disetujui oleh kedua belah pihak, seperti misalnyamengenai waktu dalam mana pengangkutan telah harus selesai dikerjakan danmengenai pergantian rugi dalam hal keterlambatan, memuat juga :
1. Nama dan berat atau ukuran barang-barang yang diangkut, begitupunmerek dan bilangannya
2. Nama orang kepada siapa barang-barang dikirimkannya
3. Nama dan tempat si pengangkut atau juragan perahu
4. Jumlah upahan pengangkutan
5. Tanggal
6. Tanda tangan si pengeirim atau ekspeditur 
Surat angkutan itu, ekspeditur harus membukukannya dalam register hariannya



 

Menurut Ensiklopedi umum terbitan Yayasan Kanisius tahun 1973:

Ekspedisi (Belanda – Expeditie) : Pengiriman barang-barang; PerusahaanPengangkutan dan pengiriman barang; juga perlawatan barang; perlawatankelompok penyelidik ke suatu daerah yang belum dikenal.

Menurut undang-undang Ekspeditur adalah seorang perantara yang kerjanyamengurus pengangkutan barang (dalam bahasa Inggris disebut Forwarding Agent 
Atau Shipping Agent ).

Dalam prakteknya pekerjaan ekspedisi tidak terbatas pada menguruspengangkutan saja, selain mengambil dari dan mengantarkannya ke tempatpengangkutan, ekspeditur juga menjadi pengusaha pengangkutan transporter (adayang memiliki alat-alat transport sendiri), bahkan ada yang menyelenggarakan pekerjaan pergudangan (memiliki gudang sendiri) dan menjadi agen-agen perusahaan asuransi. 

Menurut Training Manual on Operation Aspects of Multimodal Transport UnitedNation Economic and Social Commission for Asia and the Pasific (UN ESCAP)edisi 2002 (1.2):

There are no internationally accepted definition of the term “freight forwarder”.Forwarder are known by different names in different countries such as customshouse agent, clearing agent, customs broker, shipping and forwarding agent, andin some case acts as a principal carrier that is, the main carrier. But me aspect of their activities which is common to all of them, what ever the name they use, isthat they all see their service only. 

Menurut Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM.10 Tahun 1988, tanggal26 Februari 1988, tentang Jasa Pengurusan Transportasi, Bab I KetentuanUmum Pasal – 1 :

“Yang dimaksud dengan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) dalamkeputusan ini adalah usaha yang ditujukan untuk mewakili kepentingan pemilik barang untuk mengurus semua kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananyapengiriman dan peneraimaan barang melalui transportasi darat, laut atau udarayang dapat mencakup kegiatan penerimaan, penyimpanan, sortasi, pengepakan,penandaan, pengukuran, penimbangan, pengurusan penyelesaian dokumen,penerbitan dokumen angkutan, perhitungan biaya angkutan, klaim asuransi ataspengiriman barang serta penyelesaian tagihan dan biaya-biaya lainnya berkenaandengan pegniriman barang-barang tersebut sampai dengan diterimanya barangoleh yang berhak menerimanya.
Dilihat dari semua pengertian/definisi Jasa Freight Forwarding yang telahdisebutkan di atas kiranya kita dapat mengambil kesimpulan bahwa:

1. Jasa Freight forwarding suatu jasa yang merupakan suatu rangkaiankegiatan (bukan satu kegiatan saja).

2.Istilah Jasa Pengurusan Transportasi = Jasa Ekspedisi (termasuk EMKL) =Jasa Freight Forwarder.

3.Jasa freight forwarding adalah macam-macam jasa yang terkaitdenganpengiriman barang dimana perusahaan freight forwardingbertanggungjawab atas keselamatan barang, sama-sama menerbitkandokumen angkutan. 

B. Peraturan Pajak Penghasilan
Pengertian Jasa Freight Forwarding pernah didefinisikan dalam PER-178/PJ/2006 (yang kemudian dicabut dengan terbitnya PER-70/PJ/2007) yaitu mengacu padaKeputusan Menteri Perhubungan No. KM/10 Tahun 1988 tentang Jasa PengurusanTransportasi. Berdasarkan SK Menhub tersebut terlihat bahwa jasa FreightForwarding mencakup rangkaian beberapa kegiatan yang perlu dilakukan hinggaditerimanya barang oleh pihak yang berhak. Setelah itu barulah perusahaanFreight Forwarding akan menerima uang jasa dari Pemilik Barang.

PER-70/PJ/2007 merupakan positive list yang berarti bahwa hanya jasa-jasa yangtercantumlah yang dianggap sebagai jasa-jasa lain yang merupakan obyek pemotongan PPh pasal 23 sebagaimana di maksud dalam pasal 23 ayat (1) huruf cUU PPh. Jasa Freight Forwarding tidak tercantum dalam PER-70/PJ/2007,sehingga dapat dikatakan tidak termasuk yang dikenakan pemotongan PPh pasal 23.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008, jasafreight forwarding bukan merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23. Bahkansebelumnya, dengan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor: S-785/PJ.032/2007ditegaskan pula bahwa freight forwarding bukanlah jasa perantara.

Akan tetapi, jasa freight forwarding tidak bebas sepenuhnya dari pemotongan PPh,sebab, jika dalam tagihan freight forwarding terdapat unsur sewa harta dan ataujasa-jasa yang menjadi Objek PPh Pasal 23, maka tagihan freight forwarding dapat dipotong PPh

C. Implikasi Peraturan Pajak Penghasilan Pada Industri Freight Forwarding

Inilah yang harus dipahami oleh mereka yang dalam kegiatan usahanya terkaitdengan bisnis freight forwarding, terutama shipper yang menurut peraturan pajak diembani dengan kewajiban memotong PPh Pasal 23, agar terhindar dari sanksi-sanksi perpajakan tersebu harus memahami apa saja jenis jasa yang disediakanoleh freight forwarder dan bagaimana cara penagihan (invoicing) yang dilakukan.Karena bisa jadi jasa-jasa yang disediakan freight forwarding tadi merupakanobjek pemotongan PPh Pasal 23.

Kegiatan operasional freight forwarding mencakup kegiatan penerimaan,penyimpanan, fumigasi (penyemprotan anti hama sebelum barang dimuat dalamkontainer), sortasi, pengepakan, penandaan, pengukuran, dan penimbangan. Selainitu, freight forwarder juga bertugas melakukan pengurusan penyelesaian dokumen,penerbitan dokumen, perhitungan biaya angkutan, klaim asuransi, sertapenyelesaian tagihan dan biaya-biaya lainnya berkenaan dengan pengirimanbarang tersebut.

Dalam praktik, sebagian dari kegiatan-kegiatan operasional tersebut ada yang dilakukan sendiri oleh freight forwarder (dengan menggunakan sarana danprasarana milik sendiri atau sewaan) dan ada pula yang menggunakan jasa-jasadari pihak ketiga yang memiliki sarana dan prasarana yang lebih lengkap danmemadai.

Apabila tagihan (invoice) atas imbalan kegiatan operasional tersebut dilakukansecara menyatu (misalnya dengan menggunakan nama akun imbalan jasaforwarder’s fee atau handling fee), maka seluruh imbalan atas jasa-jasaoperasional tersebut semestinya tidak dipotong PPh Pasal 23.

Akan tetapi, jika tagihannya dilakukan secara terpisah (di-breakdown), dan iniyang biasanya terjadi, maka sebagian dari tagihan tersebut dapat menjadi objek pemotongan PPh Pasal 23 secara pasti, seperti jasa pengepakan atau jasa fumigasi(jasa pembasmian hama terhadap barang-barang yang akan dimasukan kekontainer) yang ditagih secara terpisah, maka imbalan jasa tersebut akan menjadiobjek pemotongan PPh Pasal 23

Sementara sebagian lagi dapat masuk ke dalam wilayah remang-remang (greyarea), seperti jasa penyimpanan-yang merupakan salah satu rangkaian dari jasa-jasa freight forwarding dalam proses pengiriman barang—dilakukan sendiri olehfreight forwarder, baik dengan menggunakan gudang milik sendiri atau gudangyang disewa dari pihak ketiga.

Dalam hal ini, grey area akan ada jika seandainya imbalan atas jasa penyimpanantersebut ditagih secara terpisah. Di sini muncul pertanyaan, apakah jasa tersebuttermasuk sebagai jasa penyimpanan atau jasa sewa gudang (sewa tanah dan ataubangunan)? Sebab dalam peraturan pajak tidak dijelaskan batasan dan perbedaandari kedua jenis jasa tersebut. Begitu juga dengan jasa pengangkutan, termasuk sewa (charter) atau bukan.
Dalam praktik, memang tidak banyak perusahaan freight forwarding yangmenyediakan sendiri semua jasa-jasa yang diperlukan dalam proses pengirimanbarang. Sebab, semua kegiatan tersebut membutuhkan modal yang tidak sedikitdan beberapa di antaranya membutuhkan izin usaha dan sertifikasi yang khususseperti misalnya jasa fumigasi. Artinya, dalam hal ini perusahaan freightforwarding biasanya akan memanfaatkan pihak ketiga penyedia jasa.

Bagi shipper agar terhindar dari sanksi-sanksi perpajakan, sebaiknya meyakinibahwa apabila terdapat obyek PPh Pasal 23 dalam tagihan jasa forwardingtersebut, pajaknya telah dipotong oleh pengusaha jasa forwarding dengan memintafoto copy bukti potong dan SPT Masa-nya.




Reimbursement dalam Jasa Freight Forwarding

Reimbursment merupakan suatu jumlah yang ditagih oleh Pemberi Jasa kepadaPenerima Jasa yang berasal dari tagihan Pihak Ketiga (Supplier). Dengandemikian, Pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi reimbursment adalah PemberiJasa selaku pihak yang menyerahkan jasa kepada konsumen (Penerima Jasa),Penerima Jasa, dan Pihak Ketiga selaku pihak yang dilibatkan oleh Pemberi Jasadalam melakukan penyerahan jasa kepada konsumen (Penerima Jasa).

Transaksi Reimbursment ini umumnya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan jasayang bekerjasama dengan pihak ketiga dalam melakukan kegiatan pemberian jasakepada konsumen (penerima jasa) antara lain perusahaan yang bergerak di bidangusaha jasa freight forwarding yang dalam kegiatan operasionalnya bekerjasamadengan Pihak Ketiga antara lain perusahaan pengangkutan / pengiriman barang.Tagihan biaya yang di-Reimburs antara lain : Freight, THC, Document Fee, D/O,Cleaning Container, Lift on/off Container, shipping line, Airline.

Dalam hal terjadi transaksi Reimbursment, Tagihan dari Pihak Ketiga akanditeruskan oleh Pemberi Jasa kepada Penerima Jasa dengan atau tanpa ditambahimbalan (Mark Up). Selanjutnya pembayaran dari Penerima Jasa akan diteruskanoleh Pemberi Jasa kepada Pihak Ketiga tersebut setelah dikurangi dengan imbalanmark up. Jumlah penerimaan yang akan dicatat sebagai penghasilan/pendapatanoleh Pemberi Jasa adalah jumlah pembayaran dari Penerima Jasa dikurangi dengan Reimbursment. Oleh karena itu, dokumen tagihan oleh Pihak Ketiga seharusnyadibuat langsung atas nama Penerima Jasa (bukan Pemberi Jasa)

Ketentuan yang mengatur tentang pengakuan pendapatan dan biaya dalam hal terdapat transaksi reimbursment, belum diatur secara khusus. Namun sesuaidengan penjelasan Pasal 28 ayat (7) UU KUP menyatakan bahwa pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan kecuali peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain. Dengan demikian, sepanjang peraturan perundang-undangan perpajakan tidak menentukan secara khusus, makapengakuan pendapatan dan biaya dalam hal terdapat transaksi reimbursment harusmenggunakan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia yaitu Standar Akuntansi Keuangan Indonesia.

Di atas telah disampaikan bahwa dalam transaksi reimbursment dokumen invoicetagihan oleh Pihak Ketiga dibuat langsung atas nama Penerima Jasa. Menurutkelaziman akuntansi di Indonesia, dokumen/invoice tagihan yang akan diakui sebagai pendapatan Pemberi Jasa adalah dokumen tagihan/invoice yang dibuatatas nama Pemberi Jasa yang bersangkutan. Dengan demikian, atas pembayaran (Reimbursment) yang diterima dari Penerima Jasa atas tagihan invoice dimaksud tidak akan diakui sebagai penghasilan/pendapatan oleh Pemberi Jasa. Demikianpula pembayaran oleh Pemberi Jasa kepada Pihak Ketiga tidak boleh diakui /dicatat sebagai biaya (pengurang penghasilan bruto).

Pengakuan Pendapatan dan Biaya ini juga telah selaras dengan penghitungan peredaran usaha (Dasar Pengenaan Pajak) menurut ketentuan PPN. Seperti telah diuraikan di atas, dalam ketentuan PPN diatur bahwa reimbursment dikurangkandari Dasar Pengenaan Pajak PPN, sehingga penerimaan pembayaran reimbursmentdari Penerima Jasa juga seharusnya tidak dicatat/diakui sebagai pendapatan.Dengan demikian, peredaran usaha menurut PPN akan sama (equal) denganperedaran usaha menurut PPh.

 







BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Jasa FreightForwarding bukanlah merupakan objek pajak PPh 23, hal ini tertera jelas dalamPER-70/PJ/2007 (isinya merupakan jasa-jasa yang dikenakan PPh 23/positif list), dimana jasa Freight Forwarding tidak termasuk di dalam positif list tersebut.Kemudian dipertegas dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008, jasa freight forwarding bukan merupakan objek pemotonganPPh Pasal 23. Bahkan sebelumnya, dengan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor:S-785/PJ.032/2007 ditegaskan pula bahwa freight forwarding bukanlah jasa perantara.

Tetapi jika jasa freight forwarding di-break down menjadi aktivitas-aktivitas yangdi dalamnya terdapat aktivitas/kegiatan yang merupakan objek pajak, maka jasa-jasa tersebut yang akan menjadi objek PPh 23, misalnya: jasa pengepakan ataujasa fumigasi.

Grey area pengenaan PPh 23 di dalam aktivitas-aktivitas yang membentuk jasafreight forwarding tidak dapat dihindarkan, hal ini terjadi juga di beberapa jasalainnya, misalnya: jasa pengangkutan dianggap sebagai jasa charter atau tidak.Tetapi diharapkan kita mengetahui arti inti dari kegiatan/jasa tersebut sehinggakita dapat menilai pajak penghasilan yang mengatur atau mendekati mengatur atasaktivitas tersebut.

Reimbursable banyak dilakukan di perusahaan freight forwarding, dan peraturanmengenai hal ini masih belum diatur secara jelas/khusus di dalam peraturan perpajakan, tetapi transaksi reimbursable ini harus mengikuti ketentuan sebagai berikut:

1. Tagihan dari pihak ke 3 yang diteruskan kepada pihak penerimajasa, tidak boleh di-mark up nilainya

2. Tagihan dari pihak ke 3 yang diteruskan kepada pihak penerima jasa, harusditujukan/atas nama pihak penerima jasa

3. Tagihan/transaksi reimbursable ini tidak dapat menjadi bagian daripendapatan usaha ataupun beban usaha dari perusahaan tersebut.

Sejauh ini semua peraturan perpajakan untuk jasa freight forwarding di industry iFreight Forwarding/Jasa Pengurusan Transportasi/EMKL/Ekspedisi, masih perludiperjelas, karena salah satu cara untuk meningkatkan kepatuhan perpajakanadalah adanya peraturan perpajakan yang jelas, sehingga semua wajib pajak yangbergerak dalam bidang industri freight forwarding menjadi lebih jelas dalam mengikuti/mematuhi peraturan yang ada, dan petugas pajak akan menjadi lebihjelas dalam menegakkan peraturan yang ada.Sekarang ini ada kecenderungan pada petugas pajak dalam menegakkan peraturanyang ada dengan cara tebang-pilih, hal ini menjadi image yang sangat jelek bagipetugas pajak itu sendiri, bahkan investor-investor asing yang ingin membukausahanya di industri freight forwarding pun akan mengurungkan niatnya jikasemua peraturan yang ada masih grey area dan penegakkannya pun bersifatsubjektif/tebang pilih. Hal inilah yang harus dihindari dan harus dilihat oleh pemerintah jika ingin meningkatkan pertumbuhan industry.












DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Perpajakan Dirjen Pajak 
KUHD Bagian II tentang Ekspedisi
Ramitha, Vina, Peluang Bisnis Ekspedisi, www.inilah.com, Jakarta, Juli 2008.
Basuki, Orin, Kompas “Ekonomi Tumbuh 7-8% Bukan Mimpi, Jakarta, Agustus 2010.
Majalah Swa ”Mereka Yang Unggul Di Bisnis Logistik”, Jakarta, Oktober 2008.


2 komentar:

  1. Terima kasih pencerahannya.. keep posting.

    BalasHapus
  2. Solusi Import Cepat Murah Aman dan Terpecaya
    PT.Megaton Samudera Asia (International Freight Forwarder).

    Kami bersedia bekerjasama dengan pengusaha Importir (Produsen,Umum,Terdaftar) dan pengusaha lainnya yang bergerak dalam perdagangan International dengan murah dan cepat.

    Demikianlah penawaran ini kami ajukan, Besar harapan kami bisa kerja sama dengan perusahaan Bapak/Ibu. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.


    Best Regards,
    Banta
    Executive Import
    Hp/Wa : 0812 1853 4003
    Email : import.banta@gmail.com / banta.import@asia.com

    Head Office:
    PT.MEGATON SAMUDERA ASIA
    International Freight Forwarder
    Gedung Pembina Graha lantai 2 Ruang 221
    Jl. D.I Panjaitan No.45 Rawa Bunga Jatinegara – Jakarta Timur 13350
    Telp : 021-8591 7799
    Fax : 021-2232 6705
    Email : mkt1@msalogistics.co.id
    Web : www.jasaimportterpecaya.com
    http://jasacustomsclearancee.blogspot.com
    https://jasacargocepat.blogspot.com
    http://jasapengirimancargomurahjakarta.blogspot.com/

    BalasHapus